Belajar Memahami Cuaca

Tuesday, September 05, 2006

MUSIM HUJAN DI INDONESIA -istilah yg sudah harus ditinggalkan-


Lebih detail bisa dibaca di:
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0410/12/ilpeng/1318231.htm


Pendahuluan

Indonesia adalah negara yang bukan saja luas tetapi juga berada di (dilewati) garis ekuator. Ini membawa dampak yang besar bagi variablitas iklim dan cuaca. Salah satu aspeknya adalah penentuan musim hujan atau musim kemarau. Selama ini kita selalu berpatokan bahwa musim hujan adalah ketika matahari ada di belahan bumi selatan (Oktober – April) sedangkan musim kemarau adalah ketika matahari ada di sebelah utara ekuator (April – Oktober). Bahkan seorang ahli dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) mengataka bahwa pada bulan Desember seluruh daerah di Indonesia sudah memasuki musim penghujan (KCM, 2 Oktober 2004 18:51 WIB).
Apakah benar bahwa musim hujan di Indonesia itu bisa digeneralisasi begitu saja? Sebelum menjawab ini penulis ingin sedikit mengulas fenomena sosial yang berkaitan dengan hal ini. Sebagai negara yang sangat besar, selama ini Indonesia banyak berkonsentrasi ke pulau Jawa. Ketika anak kecil disuruh menggambar pemandangan desa maka hampir pasti yang digambar adalah gunung, jalan, sungai, sawah, dan lain-lain yang menggambarkan suasana desa-desa di daerah subur yang kebanyakan berada di pulau Jawa. Padahal sangat banyak desa-desa tandus yang ada di luar Jawa tidak memiliki sawah dan sungai. Di era otonomi daerah saat ini, sudah waktunya kita tidak lagi mengkonotasikan Indonesia sebagai Jawa saja.
Lalu apa hubungannya dengan generalisasi musim hujan? Dalam meteorologi, ketika matahari ada di sebelah selatan ekuator, maka wilayah di belahan bumi selatan akan bertekanan rendah. Tekanan yang rendah menyebabkan masuknya masa udara yang merupakan sumber konveksi. Maka pada saat itu bisa dikatakan musim hujan. Jelaslah bahwa musim hujan selama Oktober – April itu pada awalnya adalah musim hujan di pulau Jawa. Bagi beberapa wilayah yang berada di sebelah selatan ekuator, memang ketentuan umum ini masih bisa berlaku. Tetapi tidak untuk daerah-daerah lain yang berada di sekitar ekuator atau bahkan di sebelah utara ekuator. Berita banjir di Bandung, Jakarta, Padang, dan beberapa daerah lain pada tanggal 20-an April 2004 yang lalu mungkin saja bisa dengan mudah dimaklumi. Selain kita tahu bahwa tata guna lahan kita yang tidak baik, peristiwa banjir itu terjadi masih pada musim hujan (Jawa). Tetapi berita banjir di Banjarmasin pada saat musim panas (Kompas, 26 Juli 2004) barangkali menjadi pertanyaan yang cukup menggelitik di benak sebagian besar masyarakat Indonesia. Namun mestinya tidak demikian bagi para peneliti tentang hujan.

Pembagian wilayah Iklim

Secara mendasar, ditinjau dari perubahan posisi matahari terhadap ekuator (walaupun sebenarnya yang bergerak adalah bumi kita) musim hujan dan musim kemarau di Indonesia bisa dibagi ke dalam 3 wilayah, yaitu Indonesia bagian selatan, tengah (sekitar ekuator), dan bagian utara. Seperti disinggung sebelumnya bahwa musim hujan terjadi pada saat (sekali lagi secara umum) matahari berada pada titik terdekat di atas sebuah wilayah.
Pembagian wilayah iklim di Indonesia pernah dilakukan, dan menghasilkan beberapa wilayah iklim yang berbeda (Murakami, 1994). Berdasarkan data bulanan tahun 1961 s.d. 1993, Aldrian and Susanto (2003) juga melakukan pembagian wilayah iklim Indonesia menjadi 3 bagian. Wilayah A meliputi Indonesia bagian selatan dari Sumatera selatan hingga pulau Timor, Kalimanatan, Sulawesi, dan sebagian Irian Jaya. Wilayah B meliputi Indonesia bagian barat laut dari Sumatera utara sampai Kalimantan bagian tenggara. Wilayah C meliputi Maluku dan Sulawesi utara. Setiap wilayah mempunyai rentang musim hujan dan kemarau yang berbeda-beda. Wilayah A misalnya, seperti yang selama ini diketahui khalayak, mempunyai puncak musim hujan bulan Januari (yang kita kenal dengan “hujan sehari-hari”) dan puncak musim kemarau bulan Agustus. Wilayah B mempunyai dua puncak musim hujan yaitu bulan April dan November, dan puncak musim kemarau Februari dan Juli. Sedangkan wilayah C mempunyai puncak musim hujan bulan Juni-Juli dan puncak musim kemarau November atau Februari.
Jelas sekali bahwa wilayah A yang kebanyakan berada di di Indonesia bagian selatan berkebalikan dengan dengan wilayah C yang meliputi Maluku dan Sulawesi utara. Betapa sedihnya jika warga di wilayah C harus mengatakan bahwa musim hujan di Indonesia adalah bulan Oktober – April, sementara justru mereka sedang mengalami kekeringan. Kita menyadari bahwa jumlah penduduk di wilayah B dan C masih lebih sedikit daripada di wilayah A. Akan tetapi kita tidak bisa menggeneralisasi begitu saja karena bagaimanapun juga akan sangat berbahaya jika kita mengambil kebijakan yang salah akibat kesalahan informasi.
Secara teoritis, tanpa memandang sifat fisik (misalnya topografi, geografi, dll) wilayah yang ada di Indonesia, maka apa yang dihasilkan oleh Aldrian and Susanto di atas mewakili wilayah Indonesia, yaitu wilayah iklim A untuk Indonesia bagian selatan, B untuk bagiang tengah, dan C untuk bagian utara. Dari sini saja kita sudah tidak bisa lagi menjawab pertanyaan kapan musim hujan di Indonesia. Bahkan sudah semestinya tidak ada lagi pertanyaan kapan musim hujan di Indonesia.


Penutup

Luasnya wilayah Indonesia memang harus dibarengi dengan pemahaman kebhinekaan yang baik. Kebhinekaan yang tidak hanya pada aspek sosial dan budaya tetapi juga aspek ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Pemahaman yang baik akan iptek diharapkan akan dapat mempengaruhi psikologi sosial masyarakat dan pengambil keputusan. Sudah bukan saatnya lagi kita berbicara “musim hujan di Indonesia” karena frase itu mengandung banyak sekali kekeliruan ilmiah yang bisa berakibat fatal bagi kita. Fatal karena bisa mengabaikan harkat dan martabat jutaan manusia. Fatal karena mengabaikan jutaan hektar alam beserta flora dan fauna yang merupakan titipan anak cucu kita.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home